Saturday, December 1, 2012

CADO CADO 3: Susahnya Jadi Dokter Muda


Banyak orang yang tidak suka dengan istilah “ada yang baru aja, yang lama ditinggalin”, tapi saya sedikit kurang setuju dengan orang yang menentang itu. Sebenernya sih tergantung konteksnya, kalau dalam pertemanan jelas saya nggak setuju. Tapi kalau dalam hal lain, dan hal baru itu lebih bagus? Why not? Termasuk dalam blog, saya dengan rela meninggalkan blog busuk saya yang lama, dan berpaling ke blog ini. Berduet dengan teman homo kuliah saya. Alasannya sih simpel, saya nggak bisa bikin header kayak yang di atas. *mencoba lebih baik* *tapi tetep abal abal*

Oke, saya sekarang mau mebahas sedikit tentang sebuah novel. Mungkin sekitar 2 tahun lalu, nggak ada sedikit pun terbesit di pikiranku bakal menyelesaikan membaca sebuah novel. Sampai akhirnya saya kenal yang namanya twitter, yang menurut saya sudah mengalami majas peyorasi. Yang tadinya media social, sekarang lebih mirip media galau. Nah, di media galau tersebut saya mulai tertarik dengan hal tulis menulis. Mulai mengenal @radityadika jauh lebih intim. Dan keintiman itu mulai saya tularkan ke kakak kakak SPBU, @shitlicious (sesepuh mahasiswa abadi), @poconggg (selebtwit paling kondang) dan @benakribo (blogger paling kece). Dari mereka lah saya mulai tertarik menulis. Dimulai dari menulis “saya orang gila” pada secarik kertas dan menempelkannya ke punggung temen, nulis “yudha was here” di kamar mandi umum, sampai yang paling mending saya mulai menulis di blog. Dan dari mulai tertarik dalam hal tulis menulis itulah, mau tidak mau saya harus tertarik juga untuk membaca. Karena menurut saya, menulis tanpa membaca itu ibarat Syahrini tanpa bedak. MUSTAHIL.


  Mari lupakan Syahrini dan berapa kilo bedak yang dia habiskan per minggu. Novel terbaru saya kali ini adalah Cado Cado 3: Susahnya Jadi Dokter Muda, yang lagi lagi adalah novel komedi. Yap, saya memang lebih tertarik dengan gaya tulisan ringan namun dapat membuat kedua sudut bibir naik ke atas. Ketimbang tulisan yang “berat”, dan mengharuskan saya untuk membuka kamus besar bahasa indonesia. Bukan karena males mencari arti kata yang tidak saya pahami tersebut, tapi masalahnya saya nggak pernah punya kamus bahasa Indonesia. Dan setelah saya cek di lemari buku saya, praktis hanya Sebelas Patriot karya Andrea Hirata lah yang tidak ber-genre komedi.

dan otomatis, bang Radit sebagai bapak novel komedi pun mendominasi

   Novel komedi yang akan saya bahas kali ini adalah karya terbaru dari Ferdiriva Hamzah, dokter spesialis mata yang lebih suka dipanggil “bang” daripada “dok”. Ini adalah buku kelima bang dokter ini, setelah Riva The Explorer, The Journeys (buku kompilasi dengan penulis lain), CADO CADO, CADO CADO Kuadrat dan yang terbaru ini adalah CADO CADO 3. Yang merupakan seri terakhir dari buku CADO CADO nya.

ini dia foto abang saya bang Ferdiriva

Awalnya saya mengira CADO CADO itu singkatan dari Calon Dokter Calon Dokter, tapi ternyata itu adalah singkatan dari Catatan Dodol Calon Dokter. Jadi "dodol" disini bukan bahasa jawa yang artinya "jualan". Yakali calon dokter jualan, udah gitu sampai dibuat catatan pula. Tapi "dodol" disini artinya sejenis "bodoh" atau lebih sopannya "konyol". Iya konyol, hati hati, jangan sampai typo.

Namun saya sepertinya membeli novel ini pada waktu yang tidak tepat, karena akan menjelang ujian. Saya bingung... Bimbang... Budi... Bambang dll. Kalau saya memilih membaca novel ini, saya nggak bisa ngerjain ujian. Kalo saya belajar, kan sayang udah dibeli terus nggak dibaca. Akhirnya, karena saya seorang mahasiswa yang baik, saya pilih baca novel

dan hasilnya, saya nggak bisa ngerjain ujian

  Kurang lebih dalam buku ini bang Riva menceritakan tentang pengalaman pengalaman konyolnya selama KO-ASS, dan sedikit semasa masih kuliah. Di bab pertama anda akan dipaksa ngakak binal waktu membaca pengalaman bang Riva ketika akan praktikum patologi klinik. Bagaimana kekonyolan dia dan temannya yang bernama Sendi. Yang kalau saya bayangkan penampilannya mirip dengan artis papan atas Indonesia, Bisma SMASH. Bab ini bisa dibilang merupakan bab favorit saya karena unsur komedinya yang paling kuat. Ini menurut saya lho ya, blogger abal abal yang blognya nggak laku. Penasaran? Makanya buruan ke toko buku terdekat, baca disana sampai selesai. Terus nggak usah dibeli bukunya. Dan beli bukunya! *promosi, berharap dapet royalti*

Pada bab-bab berikutnya, dokter yang sedang melanjutkan studinya ke Jepang (Negeri asal Tsubasha Ozawa, eh Ozora) ini tetap mempertahankan ciri khasnya. Dengan tulisan-tulisan ringan nan cerdas, dan cukup untuk membuat kita bolak balik kamar mandi karena tawa eek yang tak tertahankan. Mulai dari KO-ASS Ilmu Penyakit Dalam, sampai KO-ASS Forensik.

Namun pengecualian tersendiri untuk bab terakhir itu. Yep, yang KO-ASS Forensik. Anda akan dibuat berbalik 180 derajat dari bab-bab sebelumnya. Buku ini ibarat 2 sisi mata uang, langit dan bumi, serta ibarat Jokowi dan SBY #ifyouknowwhatimean. Sebenernya sama, menurut saya bab ini tetap akan memaksa anda untuk bolak balik kamar mandi. Namun dengan tujuan yang berbeda. Yang tadinya karena nggak kuat menahan pipis karena tawa, kali ini anda akan ke kamar mandi untuk sekedar menyeka air mata. Seperti SKRIPSHIT nya Alitt Susanto, mem-PHP-in pembaca dengan canda, dan diakhiri dengan berlinang air mata. Bab ini bisa dibilang poin plus tersendiri dari buku ini, anti-klimaks yang bener-bener bikin klimaks (apasih sampe klimaks segala -,-). Dan buat yang nonton FTV aja sampe nangis, saya pikir perlu persediaan tisu sebelum baca bab ini.

Mungkin banyak yang berfikir kalau buku ini khusus untuk anak kedokteran, termasuk saya. Karena ceritanya yang mengkhususkan kehidupan bang Riva sebagai mahasiswa kedokteran. Namun sepertinya perkiraan saya tidak sepenuhnya benar. Nggak sedikit juga yang mention ke bang Riva bilang kalau buku ini bagus, dan mereka bukan anak kedokteran. Lagipula beliau juga menyisipkan arti dari beberapa istilah kedokteran yang kurang familiar untuk orang umum.

Terakhir, yang membuat saya kagum dengan buku ini, bagaimana seorang mahasiswa kedokteran, yang menurut kebanyakan orang identik dengan "pintar", dapat membuat sebuah karya yang konyol, namun cukup menghibur. Tanpa menurunkan integritasnya sebagai seorang calon dokter. Dan siapa yang tahu, beberapa tahun lagi ada sebuah buku yang menceritakan kehidupan konyol sebagai mahasiswa kedokteran yang nampang di Gramedia. Namun bukan dengan nama penulis Ferdiriva, Tapi Yudha Irla :')



2 comments:

  1. "menulis tanpa membaca itu ibarat Syahrini tanpa bedak. MUSTAHIL" qeqeqe .. setuju asli sama tulisan ini... great daaah .. ngomong2, boleh dong minjem novel-nyah :D

    ReplyDelete
  2. Ahaha sebenernya Syahrini tanpa bedak itu tetep cantik *fans*. Okee bel, novelnya bisa diambil di yudha-yudha terdekat :p

    ReplyDelete