Sunday, December 2, 2012

Pieces of Taiwan: Hello Tamsui

Lover's Bridge
Hello Tamsui

Pengakuan, perlu 10 menit buat saya untuk nulis judul post kali ini. Tanya kenapa? Karena, ahem, tempat yang mau saya ceritakan ini punya banyak penulisan dan saya bingung mau nulis yang mana... Fyuh.. Jadi misalnya Yogyakarta, ada yang menuliskannya Jogjakarta atau Ngayogyakarta. Kalo Tamsui ini di 3 leaflet yang saya ambil penulisannya masing2 udah beda juga; seperti ini: Damsui, Tamsui, Danshui, Danshuei, Tamshui. Kan nggak mungkin saya tulis semua di judul.. That will be like “Hello Tamsui, Damsui, Danshui, Danshuei, Tamshui”. Jadi kayak guru ngabsen muridnya. “..,Danshuei, Tamshui.. Ada yang belum saya panggil?” “Ada paak, Danc*k”. Ouch. Jadi yaah, i’m having a hard time choosing between them, yang sebenernya semuanya bener. Rugi 10 menit..
 
So, Welcome to Tamsui, a charming riverside town that boasts an amazing range of tourist attractions. This is a town of bustle and fun. This is a town of nature and leisure. This is a town of art and creativity. This is a town of history and stories!



22/07/2012. Hari ke 6 di Taoyuan, Taiwan. Weekend berarti jalan-jalan! Waktu itu David dan Frances (my dear partners, a couple) menawarkan untuk pergi ke tempat yang lumayan jauh dari Taoyuan dan Taipei. Oh, for your information, Taoyuan dan Taipei itu nggak jauh juga, sekitar 1 jam perjalanan via bus. Then we decided to go to Tamsui, a place near the seaside they said. Seaside + Summer + Daytime = a scorching heat, akal sehat berkata “bawalah payung dan sunblock”, “nggak usah nggak papa, paling juga panasnya sama kayak di Jogja” balas ego. Dan pemenangnya adalah ego.
 
Tamsui sangat mudah untuk dikunjungi sejak adanya MRT line dari Taipei ke Tamsui. Perjalanan dari Taipei ke Tamsui memakan waktu sekitar 1 jam. Thanks to the convenient MRT, 1 hour feels so fast and we arrived at Tamsui in no time. Saya, David, dan Frances disambut oleh megahnya Tamsui MRT Station yang memiliki arsitektur unik with all the red bricks, bangunan pertama yang bikin saya berteriak WOW dalam hati, ya, dalam hati, kalo teriak beneran = alay kan? I know.


 The Exploration begins! Kami mulai menyusuri daerah riverside yang ramai oleh food and souvenir stalls, sayang sekali waktu itu udah bulan puasa, jadi saya nggak bisa icip-icip snacks khas Tamsui, what a shame.. Suasana daerah riverside ini mengingatkan saya dengan Sunday Morning di daerah UGM Jogja, banyak orang jogging, jalan-jalan bersama pacar, hunting foto, atau sekedar makan-makan. Ngomongin makan-makan, waktu itu Frances dan David yang kelaparan memutuskan untuk mampir dulu ke sebuah kedai A-Gei. Salah satu snack khas Tamsui, A-Gei ini semacam tahu isi; isinya bihun (they called it crystal noodles, how pretty) dan dilapisi dengan surimi (fish paste). Disajikan dengan kuah pedas. That awkward moment ketika kita cuma nontonin temen2 kita makan.. Kayaknya mereka juga kerasa, makanya mereka makan cepet-cepet hahaha.


Oh ya, that time David said to me, “Taiwan’s souvenirs are its delicacies, its foods. It’s sad if you can’t eat a lot here”. Ouch.
 
Lanjut jalan-jalan! Selepas dari riverside area, kami mulai berjalan menanjak ke arah pemukiman. Rute yang kami tempuh disebut Missionary Road. Di daerah ini dulu tinggal seorang dokter dan missioner dari Canada bernama George Leslie Mackay. Pengaruh dan kontribusi Mackay kepada Tamsui sangatlah besar, mulai dari bidang keagamaan, kesehatan hingga edukasi. Ia mendirikan bangunan-bangunan yang saat ini pun masih berfungsi, baik sebagai tourist attraction maupun fungsi aslinya, seperti: Tamsui Church, Mackay Hospital, dan juga Oxford College. Cool places to visit, karena kecantikan arsitekturnya. Untunglah daerah Missionary Road ini termasuk rindang dan banyak pohon, sehingga saya terselamatkan dari sengatan matahari musim panas Taiwan. Tanning is cool, but sunburn hurts. Nyesel nggak mau pake sunblock tadi. Pfftt.


Next attaction: Fort San Domingo dan Little White House. Yah sebenernya untuk Little White House ini, saya cuma lewat karena panas dan lapar. Jadi, lanjut ke Fort San Domingo. Sebuah benteng yang didirikan ketika jaman penjajahan Spanyol. Sebuah situs historis yang berumur lebih dari 300 tahun. Menurut saya daya tarik tempat ini bukan muncul dari museumnya, tetapi lebih ke pemandangan sekitar Tamsui yang bisa dilihat dari sini dan juga arsitektur Fort San Domingo sendiri yang bernuansa eropa.


Menjelang sore, Tamsui semakin banyak dikunjungi oleh para pelancong segala umur, kebanyakan muda-mudi, emang sih night-view di Tamsui merupakan salah satu yang terbaik. Apalagi dengan adanya Fisherman Wharf dan Lover’s Bridge. Uh-oh. Waktunya yang single single pamit.
 
Traveller Note:
  1. Tamsui sangat mudah diakses lewat Taipei, cukup ikuti Tamsui Line (warna merah) and you will end up there. Sekitar 40-60menit dari Taipei Main Station.
  2. Waktu yang recommended untuk explore Tamsui adalah sore-sore. Dapet sunset dan night-view.
  3. Jangan lupa jajan local snacks disana, remember that Taiwan’s souvenirs are the foods.
  4. Untuk pergi ke Fisherman Wharf, bisa naik speed boat yang ditawarkan di Riverside Area.
  5. Kalo jalan-jalan di sekitar riverside area, sempatkan mampir ke kedai es krim Turki milik paman satu ini. Atraksi sulap sederhananya selalu berhasil mengundang massa. He will fool you around before handing the ice cream

Note: Beberapa dari gambar2 di atas, terutama yang bagus-bagus, saya ambil dari internet :)

No comments:

Post a Comment